Fimela.com, Jakarta Kehadiran anak adalah salah satu anugrah Tuhan yang luar biasa. Tak hanya sekedar memberikan warna, keberadaannya pun akan menambah kebahagiaan dan cinta. Hal itu pun kini tengah dinantikan Dea Ananda dan Ariel Nidji, yang sebentar lagi akan menyambut kelahiran anak pertamanya setelah 12 tahun menikah.
Bercerita tentang perjuangannya memiliki anak, Dea dan Ariel menjalani proses panjang demi kehadiran sang buah hati. Stres dan berbagai macam emosi pun sempat dirasakan keduanya, namun yang pasti pasangan yang menikah pada 9 Agustus 2009 itu menjalani segala prosesnya dengan hati yang lapang, sabar, dan semangat yang terus menyala.
Memiliki tekad bulat untuk menjalani program hamil di tahun 2018, satu persatu proses dan permasalahan kesuburan pun dilalui Dea Ananda, mulai dari suntik ovidrel, Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS), hydrosalpinx, hingga menjalani prosedur laparoskopi.
Diakui Dea dirinya sempat stres saat disarankan dokter untuk menjalani inseminasi dan pilihan itu tak diambilnya. Saat itu ia juga sempat ingin menyerah dan kemudian mengambil jeda. "Aku stres dan nggak mau melanjutkan lagi. Terus kami istirahat, nggak memikirkan promil sama sekali selama satu tahun. Kami benar- benar cuma melakukan olahraga setiap hari, makan juga lebih sehat, kami diet, mengubah gaya hidup. Terus aku mikir kenapa reproduksi aku nggak bagus, mungkin karena lifestyle aku yang nggak baik kali ya," tutur Dea kepada FIMELA.
Tak hanya Dea, Ariel juga berkonsultasi dengan androlog yang kemudian menyarankannya menjalani diet. "Karena ada perubahan yang signifikan, makanya ada masalah," ucap Ariel. "Mungkin overweight jadi dia disuruh diet, dikasih obat-obatan. Kemudian jumlah spermanya sudah oke, digabungkan menjadi embrio. Setelah itu berlanjut deh," tambah Dea Ananda.
Menyadari ada gangguan kesuburan, keduanya pun menyikapinya dengan positif. "Aku tuh tahunya pas di tahun 2019, ternyata aku ada PCOS. Aku nggak fokus pada PCOS-nya, tapi aku langsung self love dulu, kami nyamannya apa, yang buat senang apa. Pokoknya kita mau melakukan apa yang membuat kita happy," kata Dea bercerita.
Di tengah cobaan tersebut, Dea sangat bersyukur memiliki pasangan yang selalu mendukungnya. "Aku punya pasangan nggak membebani gimana gitu, justru dia yang cari jalan keluar, gimana caranya hidup sehat. Pas di tahun 2020, ada hydrosalpinx dan diangkat, yaudah karena memang mau punya anak, nggak mikir gimana gitu. Jalani saja. Memang kami fokus pada solusi bukan masalahnya," kenang Dea Ananda.
Soal usaha memiliki anak, Dea dan Ariel sadar betul jika tanggung jawab itu tak hanya ada di satu pihak, "Dari perjalannya jadi tahu apa saja yang harus dibereskan. Terus dengan ini jadi tahu kalau mau jalani promil nggak cuma perempuan saja yang dibebankan, tapi harus keduanya ya," tambah Dea.
"Untuk para pejuang dua garis, harus tetap percaya. Istirahat bila memang harus dan tetap solid dengan pasangan," pesan Dea dan Ariel untuk para pasangan yang masih berjuang memiliki anak.
Selain cerita di atas, Dea Ananda dan Ariel Nidji juga berbagi banyak hal tentang treatment selama hamil, momen-momen manis, dukungan keluarga, hingga rasa tak nyaman saat ditanya soal anak oleh orang lain. Simak semua keseruan obrolan FIMELA bersama Dea Ananda dan Ariel Nidji di bawah ini.
BACA JUGA
Advertisement
Tantangan dan Perjuangan
Kesadaran diri memeriksakan kesehatan dan kesuburan diri mengantarkan keduanya menemukan kebahagiaan lain. Perjuangan menghadirkan seorang anak setelah dua belas tahun menikah pun menjadi tantangan tersendiri, di mana banyak proses yang harus dilalui kedunya.
Menanti kehadiran anak selama 12 tahun pernikahan, apa hal pertama yang membuat kalian sadar untuk konsultasi ke dokter?
Dea:
Kami kepikiran saja, terus aku bilang ke dia (Ariel) 'kita coba ngecek yuk' karena dari awal kami nggak pernah ngecek gitu. Akhirnya kami promil, cari dokter. Dokter pertama yang kami datangi itu di tahun 2018, terus kami kurang cocok, pokonya dokternya bikin gue nangis karena ceplas ceplos bikin gue langsung nangis. Sudah mengalami itu, kami kemudian cari dokter lagi yang kira-kira enak.
Tahun selanjutnya, kami ketemu dokter yang seru, lanjut promil dan hanya suntik ovidrel, terus dokter nyaranin inseminasi, terus aku stres dan nggak mau ngelanjutkan lagi. Kami memutuskan istirahat, nggak memikirkan promil sama sekali selama satu tahun. Kami benar-benar cuma melakukan olahraga setiap hari, makan juga lebih sehat, kami diet, mengubah gaya hidup. Terus aku mikir kenapa reproduksi aku nggak bagus, mungkin karena lifestyle aku yang nggak baik kali ya.
Setelah setahun memperbaiki lifestyle, di akhir 2020 kami ketemu sama Bocah Indonesia. Di situ bertemu dr.Cynthia, detail banget orangnya, yang sebelumnya belum ketahuan (masalahnya), sama dia bisa ketahuan. Aku memang ada PCOS, tapi pas aku konsultasi di sana ternyata ada hydrosalpinx. Akhirnya pas di Bocah Indonesia itu dr.Cynthia menawarkan Laparoskopi terlebih dahulu. Setelah di cek dan diangkat Hydrosalpinx-nya, ditemukan juga Endometriosis, diangkat juga. Dari situ, kemudian nyambung ke Ariel juga ya. Ariel juga ketemu Androlog di Bocah Indonesia, kemudian tes sperma sampai tiga kali.
Ariel:
Karena ada perubahan yang signifikan, makanya ada masalah.
Dea:
Mungkin overweight jadi dia disuruh diet, dikasih obat-obatan. Kemudian jumlah spermanya sudah oke, digabungkan menjadi embrio. Setelah itu berlanjut deh.
Kalau dari keluarga, ada tuntutan untuk punya anak tidak?
Dea:
Kami tuh bersyukur dilahirkan di keluarga yang tidak kepo, dan tidak nanya. Keluarga Ariel dan aku tuh bukan yang kalau ada acara keluarga ditanyain tentang momongan. Keluarga kami sangat santun, kalau kami nggak bahas, mereka nggak nanya.
Justru kalau ngalamin itu, di luar gitu, kayak habis jadi bintang tamu, terus ditanya soal momongan, padahal nggak ingin bahas. Terus ketemu orang yang ngasih masukan, nggak nanya juga sih. Tapi aku nggak terlalu terganggu karena keluarga biasa aja.
Jadi promil ini memang dijalani dari keinginan kalian sendiri ya?
Dea:
Iya, memang dari keinginan kami.
Menurut kalian, seberapa penting seseorang mengecek kesuburan sebelum menikah?
Dea:
Kalau menurutku jangan ngikutin kami ya, baru sadar setelah 10 tahun lama menikah. Itu salah, jadi yang benar itu, sebelum menikah kalian harus cek kesuburan, biar tahu. Meskipun kalian belum mendapat jodoh ya. Atau setelah menikah, kalau ingin punya anak atau menunda dulu, sebaiknya di cek dulu bersama pasangan, itu paling penting, kami dulu bukannya nggak mau, tapi kami memang nggak ngerti.
Ariel:
Berasa muda terus jadi merasa bisa menaklukan dunia, hehehe.
Bagaimana kalian menyikapi kenyataan bahwa ternyata punya gangguan kesuburan?
Dea:
Aku tuh tahunya pas di tahun 2019, ternyata aku ada PCOS, abis itu udah sih.
Ariel:
Pas yang awal itu cek, pengin istirahat, lebih pengin cari pereda dulu, self love dulu.
Dea:
Aku nggak fokus pada PCOS nya, tapi aku langsung itu self love dulu, kami nyamannya apa, yang buat senang apa. Pokoknya kami mau melakukan apa yang membuat kami happy, gimana gaya hidup yang sehat, lama-lama nyambungnya kan ke PCOS juga kan. Memang dari awal, nggak memikirkan.
Ariel:
Nggak terbebani pada problemnya, kami lebih action yang bikin senang.
Dea:
Dan aku punya pasangan nggak membebani gimana gitu, justru dia yang cari jalan keluar untuk gimana caranya hidup sehat. Pas di tahun 2020, ada hydrosalpinx dan diangkat, yaudah karena memang mau punya anak, nggak mikir gimana gitu. Jalani saja. Memang kami fokus pada solusi bukan masalahnya.
Ariel:
dr.Cynthia juga menuntunnya enak.
Dea:
Secara penyampaian dokter enak banget, bikin kami tenang, nggak bikin kami panik, dia kayak merasa ini misi bersama. Jadi penting sih ya bantuan dari pasangan yang menguatkan dan ready 24 jam. Kadang orang nikah, diberatkan ke ceweknya, itu masih banyak. Padahal kan nggak bisa begitu, ini misi berdua dan berjuang.
Bagaimana akhirnya kalian memutuskan untuk menjalani program bayi tabung?
Dea:
Bayi tabung itu tergantung kan, perlu atau nggaknya karena kondisi setiap pasangan beda-beda. Sebelum aku tahu ada masalah itu, aku pengin bayi tabung secara insting. Eh tiba-tiba ketemu dokter, ini kayaknya harus jalannya bayi tabung setelah analisa bersama.
Karena bayi tabung adalah jalan terakhir dan mahal biayanya, kami cek dulu, ada nggak cara lain yang bisa dilakukan selain dengan bayi tabung. Rata-rata dokter cari jalan dulu, ada terapi, obat-obatan, dan lain-lain. Jadi bukan karena sekedar ingin, tapi sudah analisa dengan dokter.
Pernah merasa bosan dan ingin menyerah kah selama menjalani promil?
Dea:
Aku ngerasa capek pas tahun 2019, aku sudah suntik ovidrel dan nggak berhasil, terus aku merasa mumet, meski belum di titik nyerah, 'kok ini jadi keharusan ya'. Setelah ada itu dipikiran, kamu jadi nggak sehat.
Jadi ada satu waktu di mana kami punya pasangan yang tahu kapan harus istirahat dan mulai lagi. Sisanya kami ngalir saja. Kami pasangan beruntung, kami (melakukan percobaan) bayi tabung sekali dan berhasil hamil. Di mana aku mendengar orang lain bayi tabung lebih dari dua kali, kami nggak ngalamin rasa sakitnya gimana.
Ariel:
Ini mungkin sudah saatnya dikasih ya. Selama prosesnya menunggu siap cukup lama. Saya dan dia dipersiapkan, menunggu dan lain-lain.
Bagaimana prosesnya?
Dea:
Jadi kan ada ovum pickup, terus jadi embrio dan di freeze dulu. Habis itu kami tidak langsung embrio transfer, aku kayak nunggu tiga bulan persiapan, habis itu ke dokter cek rahim, cek rumahnya ibaratnya, sudah siap belum rumahnya dimasukkan embrio. Aku sempat batal 3-4 kali tidak jadi dimasukkan embrio karena rahimnya belum siap. Jadi jarak antara ovum ke embrio itu hampir satu tahun, masa tunggunya.
Jadi pernah datang ke klinik dibilang 'bulan depan ya, bulan depan ya'. Terus ada satu momen dokternya bilang 'Oke De, kamu coba akupuntur'. Terus akupuntur sama dokter, jadi akupuntur itu kayak mempersiapkan rahim kami, dan aku juga baru tahu. Setelah (akupuntur) dua bulan, seminggu dua kali, rahimnya langsung siap. Aku baru tahu ternyata itu sangat berpengaruh ya. Baru deh bulan Agustus di cek lagi, rahimnya oke dan akhirnya bisa embrio transfer, terus aku bedrest dua minggu, ternyata pas testpack positif.
Aku sempat mikir jangan-jangan baru embrio transfer itu di tahun 2022 nih. Eh ternyata 2021 sudah bisa transfer.
Jadi sempat nggak nyangka ya saat hasilnya langsung garis dua?
Dea:
Oh iya, karena hasil embrio kami waktu itu bukan yang excellent ya. Mereka sebenarnya sudah berusaha maksimal tapi di satu sisi mereka pasrah juga. Jadi dari situ aku cuma pasrah karena embrionya, yaudah deh jalani saja.
Tapi memang mau mulai IVF, kami tuh nggak banyak berharap, coba dulu deh. Bukan yang wah, aku nggak mau pasang standar tinggi, takut kecewa. Makanya setelah 2 minggu (bedrest) itu aku disuruh beli testpack, aku sempat mundur satu hari saja karena deg-degan. Asli deh, terus besoknya ambil testpack dan hasilnya positif. Aku kasih lihat ke dia (Ariel) juga, tapi kamu nggak percaya, 'Masa sih? Karena baru pertama kali bayi tabung'. Sampai chat ke dokter dan akhirnya kami ke sana untuk konsultasi, di cek darah ternyata hamil. kami senang cuma nggak mau kegeeran.
Pas dengar denyut jantung 'Oh oke ternyata hamil beneran'. Padahal badan sudah mual, mabok, air liur keluar terus. Aku mikir kenapa, orang bilang gejala hamil dan nggak percaya samapi dengar denyut jantung itu.
Kemudian berapa lama Ariel mendapatkan sperma terbaiknya?
Ariel:Butuh waktu 3 bulan. Tes 3x sperma. Karena pas PPKM itu berat badanku bisa naik 20 kilogram, jadi berpengaruh gitu. Makan, minum nggak terkontrol dan nggak ada kegiatan, saya tahu semua itu sebuah masalah.
Tahun 2018 juga sempat di tes (sperma) dan kualitasnya bagus. Tapi waktu ke Bocah Indonesia, hasilnya buruk, akhirnya diet, jalani hidup sehat, olahraga, pas sudah menurunkan berat badan yang lumayan, dapatlah hasil sperma yang baik untuk lanjut.
Persiapan Matang
Dalam prosesnya berbagai tantangan pun terus muncul, tak hanya butuh persiapan fisik, hati dan jiwa yang lapang pun memudahkan langkah Dea dan Ariel dalam perjuangan mereka memiliki anak.
Ada tretment khusus yang dijalani selama hamil?
Dea:
Kebanyakan bedrest, apalagi hamil di pandemi, banyak mikirnya. Awal trimester awal, aku tuh disuruhnya istirahat, aku sudah istirahat saja bawaannya. Nggak mau ngapa-ngapain. Pas trimester 2 sadar, kayaknya harus gerak nih. Akhirnya aku baru memulai kegiatan olahraga ringan dan nggak rajin, paling yoga, jalan santai 15 menit kalau pagi.
Ada rencana babymoon di tengah pandemi?
Dea:
Sudah dipikirkan, sudah ada persiapan, cuma nggak tahu kondisinya. Karena emang pengin ya, cuma nggak tahu. Penginnya ke Bali aja sih. Aku tuh sudah lama banget nggak pantai. Aku butuh ke pantai yang bagus.
Modal apa yang harus dimiliki seseorang sebelum menjalani bayi tabung?
Dea:
Siap mental. Komunikasi dengan pasangan juga harus diperbaiki dulu, karena dalam menjalani program hamil keduanya harus siap mental. Gimana mau siap mental kalau komunikasinya terhambat antara suami istri.
Momen paling berkesan selama jalani program hamil?
Ariel:
Dari proses sudah seru sih.
Dea:
Kalau aku pas dengar denyut jantung sih. Kalau dari perjalannya jadi tahu apa saja yang harus dibereskan, terus dengan ini jadi tahu sih kalau mau jalani promil nggak cuma perempuan saja yang dibebankan. Jadi harus keduanya ya.
Bagaimana cara Dea memenuhi nutrisi buat diri sendiri dan buah hati?
Dea:
Kalau aku sebenarnya yang nggak gimana-gimana. Yang pasti makan lebih sehat saja. Kayak pagi-pagi pengin makan lontong sayur. Tapi kan santennya dahsyat jadi pakai koyo di tangan, gigi nyut-nyutan sehari nggak bisa makan. Tapi dengan begitu jadi sadar untuk makan lebih sehat lagi.
Kalau pantangan apa, paling ikutin dokter dan google. Jadi kadang aku suka sharing di media sosial, jadi diskusi dan tahu informasi baru.
Perbedaan Ariel di momen kehamilan Dea seperti apa? Apakah lebih manja atau posesif?
Dea:
Yang ada aku yang posesif sama dia, kalau dia itu lebih manjain aku. Ariel itu manjain aku dari aku pacaran sampai nikah dari awal sampai sekarang. Level manjainya itu konsisten gitu lho. Jadi aku bersyukur. Kayak misalnya orang kan pacaran masa promo gitu kan. Tapi dari pacaran sampai saat ini (Ariel) selalu konsisten. Kayak turun tangga dipegangin. Awalnya mikir, apa sih. Eh pas hamil emang harus dipegangin kan. Jadi dia stabil saja, manjain orang.
Kalau aku yang dulunya cuek, semenjak hamil malah jadi bucin gitu lho. Kayak posesif, bucin gitu. Jangan sampai kamu enek aja, tiba-tiba kecintaan luar biasa saja gitu. Jadi mau nempel saja.
Bagaimana Ariel melihat perubahan Dea selama hamil?
Ariel:
Yah bersyukur, menikmati momentum aja sih. Kayak karena pandemi, biasanya jadwal kerjaan padat jadi malah di rumah dia manja gini, yaudah dinikmati saja.
Pesan dari kalian untuk para pejuang dua garis?
Ariel:
Untuk yang masih berjuang, harus tetap percaya. Kalau misalnya mau istirahat juga gapapa banget.
Dea:
Karena yang tahu ya diri sendiri dan pasangan. Orang lain itu, nggak tahu ya.
Ariel:
Sama pasangan harus solid, komunikasi dsb. Semangat dan semoga dilancarkan.