Fimela.com, Jakarta Self love membawa aktris Dian Sastrowardoyo mendapatkan keseimbangan hidup. Dengan konsep yang ia terapkan, ibu dua anak itu akhirnya bisa memisahkan dua aspek hidupnya, yaitu sebagai public figure dan istri sekaligus ibu dalam keluarga kecilnya bersama Indraguna Sutowo. Dian pun yakin tak ada yang salah tentang konsep self love yang ia yakini.
Sebagai public figure, Dian sadar betul jika sosoknya merupakan idola dari banyak orang yang mengikuti perjalanan kariernya sejak memerankan tokoh Cinta di film Ada Apa Dengan Cinta?. Namun di sisi lain, ia merasa tetap memiliki hak untuk mendapatkan privasi saat sedang berada di ruang publik seperti masyarakat pada umumnya.
Sejak beberapa tahun lalu, batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi memang menjadi concern perempuan 38 tahun ini. Setidaknya, hal itu ia terapkan sejak dirinya paham mengenai makna menyayangi diri sendiri.
BACA JUGA
Bagi Dian Sastrowardoyo, menyayangi diri sendiri jauh lebih penting ketimbang membangun citra 'baik' sebagai public figure. Hal yang kemudian ia bisa lakukan sebagai bentuk sederhana tentang self love ialah membatasi interaksi dengan para penggemar ketika tengah menjalani aktivitasnya di luar pekerjaan di dunia hiburan.
"Kalau kita mau maju dalam hidup, mau sukses, kita tuh harus ngurusin diri kita sendiri dengan baik, sayang sama diri kita sendiri. Misalnya part of self love adalah belajar untuk bilang 'sorry', dan saying 'no' is also self love," ungkap Dian Sastrowardoyo saat berbincang dengan Fimela.com di Jakarta, baru-baru ini.
"Ada yang bilang, 'Mbak Dian sombong ya, ternyata dia dengan nyaman bilang nggak mau difoto bareng saat dia lagi nggak kerja'. Tapi sejujurnya aku merasa saying no dengan sopan ya itu adalah bentuk self love aku. Kalau lagi sama keluarga di mall di hari Minggu atau lagi sama anak-anak, aku bikin boundaries, 'sorry ya mbak, sorry ya bu, mohon pengertian ya aku lagi sama keluarga'. Karena ketika saya bilang iya, itu nggak jadi libur tuh, jadi kerja. Kadang-kadang tuh yang satu dikasih foto bareng, tiba-tiba satu toko minta foto semua, jadi akhirnya bukan urusan 5 menit, tapi urusan seharian jadinya," jelasnya kemudian.
Dian menyatakan jika untuk mengedukasi masyarakat tentang 'aturan main' yang diterapkannya itu bukan hal yang mudah. Ia pun sama sekali tak mempermasalahkan opini publik yang bergulir bebas atas sikapnya yang demikian.
Menurut Dian, 'border' yang ia bangun guna memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaannya adalah hal yang paling benar untuk bisa menikmati hidup lebih nyaman, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan personalnya. Saat citra sombong yang kemudian disematkan oleh sebagian orang yang merasa kecewa atas sikapnya, Dian pun tak masalah.
"Aku seperti ini supaya aku tetap memanusiakan diri aku. Supaya aku tetap merasa normal kayak anggota masyarakat. Boleh kok untuk bisa beropini tentang aku dan aku nggak punya hak untuk komplain atau protes, itu kan opini mereka. Aku nggak akan bilang mereka salah. Aku percaya aku orang baik kok sebenarnya, mereka memang belum kenal aku aja. Aku punya temen-temen yang deket sama aku, keluarga yang beneran deket sama aku, dan mereka (teman dan keluarga) tahu betul aku orangnya nggak yang kayak mereka (masyarakat dan netizen) bilang," tegas Dian Sastrowardoyo.
Advertisement
Pentingkan Real People Connection
Bentuk self love Dian Sastrowardoyo yang terkesan mengesampingkan 'citra baik' di masyarakat, khususnya sosial media memang terbilang rentan untuk seorang public figure di era sekarang, di mana sosial media dianggap sebagai 'panggung lain' untuk membangun karier. Dian pun merasa beruntung karirnya di industri hiburan sudah terbangun jauh sebelum era sosmed seperti sekarang.
"Alhamdulillahnya karier aku tuh dimulai di saat belum ada sosial media, jadi walau orang mau bully di sosial media tuh, aku punya temen beneran. Jadi kayaknya walaupun itu ada (bully-an di sosmed) tapi real human connection juga ada, jadi balance aja, nggak terlalu dipusingin," tuturnya.
Tanpa bermaksud mengesampingkan sosialisasi di sosial media, bagi perempuan kelahiran 16 Maret 1982 ini, real people connection jauh penting ketimbang citra baik di hadapan netizen. Pasalnya, menurut Dian Sastrowardoyo, dengan adanya koneksi langsung dengan orang-orang yang tahu persis siapa dirinya yang sebenarnya, citra baik di sosial media dan masyarakat umum tak lagi jadi hal yang perlu dipusingkan.
"Kita tetap harus balance, jangan terlalu kebanyakan mainan sosial media, kalau bisa dalam sehari tuh ada yang kita tuh bener-bener offline, abis itu kita beneran ngobrol sama real people gitu. Karena dalam hubungan yang langsung mestinya terasa kok kita sebenernya orang yang bisa berkomunikasi dengan baik sama orang lain apa nggak, kalau kita segitu nyebelinnya, orang juga bisa langsung ngomong di depan kita," papar Dian.
Percaya atau tidak, sikap tegas Dian tersebut pada akhirnya membawanya pada pergaulan yang lebih positif. Hal yang kemudian semakin menguatkan keyakinannya jika memberikan barrier untuk kehidupan profesional dan personal adalah langkah terbaik.
"Katanya kan ada satu ide yang bilang bahwa kalau kita orangnya positif, pasti ketemunya yang positif-positif lagi, dan aku sejak self love gini ternyata yang ketemu hari-hari adalah orang-orang yang positif juga sih untungnya ya. Jadi bener-bener, (kesamaan) frekuensinya kali ya," katanya.
Impact Positif Self Love
Pada akhirnya, Dian Sastrowardoyo tetap bisa melangkah maju dengan 'norma-norma' yang ia yakini benar tentang makna self love. Ia pun merasa hal tersebut secara langsung memberikan dampak positif untuk mentalnya sebagai seorang manusia.
Self love-nya yang seolah mengesampingkan citra baik di depan publik demi memiliki kehidupan pribadi yang lebih nyaman, membuat Dian lebih mengenal dirinya sendiri. Hal yang pada dasarnya sudah wajib dimiliki setiap orang, namun pada prakteknya sulit untuk diaplikasikan jika masih citra baik di depan banyak orang.
"Self love ini terus terang impact-nya tuh aku jadi lebih pede dan lebih punya image positive tentang diri aku sendiri. Pede yang kayak, aku bisa bilang bahwa aku tau aku orangnya baik kok. Dulu aku nggak bisa ngomong gitu karena aku sangat bergantung pada opini orang lain tentang diri aku," ucapnya.
"Pada saat sudah punya self love, sudah punya konsep yang matang tentang diri sendiri and feel good about it, maka kalau 'kamu nggak suka sama aku nggak apa-apa, yang penting aku suka'," lanjutnya.
Rasa percaya dan bangga pada apa yang dimiliki dalam diri Dian Sastrowardoyo akibat dari konsep self love yang ia bangun dalam waktu yang cukup panjang pun dianggap bisa memberikan imbas baik dalam apa yang ia jalani saat ini. Saat sudah nyaman dengan 'aturan hidup' yang ia buat, pada akhirnya bisa pula ia tularkan pada lingkungan sekitar, baik sebagai profesional maupun personal.
"And when you are a happier person, jadi orang yang jauh lebih percaya diri, untuk kerjasama dengan orang lain juga kita punya attitude yang jauh lebih positif, lebih nyenengin. Kayak orang kan suka malu belum pernah kerja sama saya, ketemu sama saya tuh malu-malu karena mungkin mereka punya opini sendiri. Jadi harus kita yang nyapa duluan, kita yang ngajak ngomong duluan, kita yang break the ice. Kita di dunia film atau pun di kantoran gitu, kita yang udah lebih nyaman sama diri sendiri yang harus lebih reach out ke orang sih, membuat orang merasa welcome gitu sama kita. Pas udah welcome biasanya mereka juga buat ngerjain apapun sama kita lebih kooperatif gitu loh," jelas Dian.
Dan, atas apa yang sudah ia lewati pasca menerapkan konsep self love, menurutnya tak ada yang salah akan hal tersebut. Selain sebagai filter dalam hidup, berani berkata 'tidak' untuk beberapa hal yang menurutnya tak sesuai aturan bukanlah sebuah kejahatan. Bagi Dian, hal itu merupakan cara terbaik agar dirinya tetap bisa menikmati hidup di balik tekanan besar seorang publik figur yang harus serba 'sempurna' di mata orang.
"Bilang 'nggak' itu bukan berarti saya orang yang jahat. saying 'no', mau mengatakan tidak, itu bukan berarti kamu adalah a bad person, it's self love. Saying 'no' adalah bentuk self love," tegas Dian Sastrowardoyo.
Advertisement