Hari Kanker Sedunia 2023: Kenali Komponen Utama Penyebab Kanker Berikut Ini

Endah Wijayanti04 Feb 2023, 15:15 WIB

Fimela.com, Jakarta  Pada Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap tanggal 4 Februari, Yayasan Kanker Indonesia mengingatkan akan pentingnya mengatasi kesenjangan perawatan kanker dan memperkuat tekad dalam pencegahan kanker. Pencegahan kanker dapat dilakukan dengan melawan penggunaan tembakau, alkohol dan makanan serta minuman yang tidak sehat, dan dalam mengatasi ketidakadilan dalam hal penyakit kanker akibat produksi/konsumsi tembakau, alkohol atau makanan/minuman tidak sehat.

Yayasan Kanker Indonesia (YKI) memperingati Hari Kanker Sedunia dengan kegiatan yang dipusatkan di Medan, Sumatera Utara, melalui penyelenggaraan oleh Yayasan Kanker Indonesia Cabang Sumatera Utara.  Adapun seruan yang disampaikan adalah untuk mengurangi kesenjangan pada pelayanan pasien kanker di Indonesia, sosialisasi tentang kanker secara umum, serta tentang pentingnya pencegahan kanker.

Pentingnya Peran Segenap Pemangku Kepentingan dalam Mengatasi Kesenjangan Perawatan Kanker

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP, mengatakan, “Pada kesempatan World Cancer Day 2023 ini, Yayasan Kanker Indonesia menyampaikan akan pentingnya peran segenap pemangku kepentingan dalam mengatasi kesenjangan perawatan kanker dan mendorong pencegahan kanker.”

“Kami menyampaikan keprihatinan dengan meningkatnya penggunaan rokok di Indonesia.  Hal ini karena perokok memiliki risiko terkena kanker paru 23 kali lebih tinggi dari pada mereka yang tidak merokok yakni hanya 1 kali. Sehingga kami melihat pentingnya pengendalian penggunaan rokok untuk menekan angka kejadian kanker yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan merugikan negara maupun keluarga dan individu akibat dampak yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok,” jelas Prof. Aru Sudoyo.

Seruan tersebut ditujukan kepada pemerintah, organisasi, serta masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat juga diingatkan tentang ribuan kematian terkait kanker akibat penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol serta makanan ultra-olahan, yang menjadi alasan mengapa penggunaan tembakau harus dikendalikan melalui peningkatan pajak, pembatasan iklan, perbaikan pelabelan dan pendidikan publik.

 

 

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Kenali Komponen Utama Penyebab Kanker 

ilustrasi perempuan stres tertekan/Amnaj Khetsamtip/Shutterstock

Hampir setengah dari semua kematian akibat kanker di seluruh dunia yakni sebesar lebih dari 4,45 juta dari keseluruhan 9 juta kematian akibat kanker pada tahun 2019 – disebabkan oleh faktor risiko yang diketahui akibat dampak merokok, konsumsi alkohol, dan indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi, sebagai tiga penyebab teratas.

“Sebanyak 90-95% faktor risiko kanker diakibatkan oleh faktor lingkungan dan kebiasaan hidup (lifestyle). Dan selain rokok, ada tiga komponen utama penyebab kanker yaitu berat badan, olah raga, diet/makanan,” tambah Prof. Aru Sudoyo.

Minuman manis dan makanan ultra-olahan dikenal sebagai penyebab obesitas, yang didefinisikan sebagai BMI di atas 30 dan, seperti tembakau dan alkohol, berpotensi membuat “ketagihan”, yang produknya banyak dipasarkan tanpa kepedulian terhadap kesehatan masyarakat.

Sebagaimana diketahui, hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021. Sementara itu, menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) menunjukkan, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2019. Padahal, pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harusnya turun menjadi 5,4 persen pada 2019.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa hampir 1 dari 10 orang anak Indonesia merokok. Angka kejadian penyakit kanker di Indonesia yakni 1.362 per 100.000 penduduk berada pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia Indonesia berada di urutan ke-23.

Sementara itu, kejadian baru kanker di Indonesia menurut GLOBOCAN 2020 sebanyak 396.914 kasus dimana 34.783 adalah kasus baru kanker paru, yang mana 80%-90% disebabkan perilaku merokok. Dari penelitian yang pernah dilakukan, didapat data bahwa apabila orang merokok, risiko terkena kanker paru 23 kali lebih tinggi dari pada mereka yang tidak merokok yakni hanya 1 kali.

Penyakit kanker menelan begitu besar biaya BPJS pada tahun 2020 sebesar Rp 3,1 triliun dengan 2,2 juta kasus, atau rata-rata Rp 1.409.000 juta / kasus, sementara penyakit jantung Rp 8,2 triliun dengan 11,5 juta kasus, atau rata-rata Rp 713.000 / kasus. Hal ini menunjukkan bahwa biaya per kasus untuk pasien kanker dua kali lipat dari penyakit jantung.

 

 

3 dari 3 halaman

Memperkuat Tekad dalam Rangka Pencegahan Kanker

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/Poomsak+Thammasermsakul

Melihat tingginya beban dan angka kejadian kanker di Indonesia, YKI menyerukan kepada segenap pemangku kepentingan untuk memperkuat tekad dalam rangka pencegahan kanker melalui penerapan kebijakan yang sangat membatasi pemasaran dan penjualan produk karsinogenik.

Secara khusus, Yayasan Kanker Indonesia merekomendasikan tindakan kebijakan berikut yang terbukti efektif dalam mengurangi ketersediaan dan konsumsi produk tidak sehat:

1.    Menaikkan pajak: Studi di AS menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok sebesar 10% mengurangi konsumsi orang dewasa sebesar 3-5%, dan kaum muda tiga kali lebih responsif daripada orang dewasa.

2.    Menegakkan batasan pemasaran, termasuk batasan usia dan pengurangan tempat penjualan. Analisis pemerintah di Inggris menunjukkan bahwa melarang iklan junk food di TV sebelum jam 9 malam akan menghasilkan £1,9 miliar manfaat kesehatan masyarakat dengan pengurangan penyakit terkait obesitas selama masa hidup anak-anak.

3.    Memperbaiki pelabelan: Memberlakukan label peringatan dan informasi produk

4.    Jalankan kampanye pendidikan publik yang ekstensif untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, dan selanjutnya melawan iklan yang menyesatkan, promosi pasar, dan campur tangan kebijakan.

“YKI berharap dengan pengetatan pemasaran dan penjualan produk karsinogenik, akan mengurangi laju kejadian kanker di Indonesia,” jelas Prof. Aru Sudoyo.

Pemasaran agresif produk tidak sehat juga meningkatkan perbedaan jumlah dan tingkat keparahan kasus kanker dan kematian terkait kanker di seluruh dunia, baik di dalam negara maupun antara daerah berpenghasilan tinggi dan renda. Populasi yang rentan lebih mungkin mengalami kejadian kanker yang tinggi dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah daripada yang lain.

CEO Union for International Cancer Control (UICC), Cary Adams, menyampaikan, “Jutaan kematian akibat kanker yang dapat dihindari disebabkan oleh produk tidak sehat yang dijual oleh banyak perusahaan yang terlibat dalam debat kebijakan dan telah menyalahgunakan ilmu pengetahuan untuk mengamankan lingkungan komersial yang menguntungkan. Saat kita merayakan Hari Kanker Sedunia, UICC siap mendukung pemerintah dalam upaya mereka membatasi paparan tembakau, alkohol, dan produk makanan ultra-olahan kepada masyarakat.”