Sukses

Parenting

Burnout Jadi Alasan Utama Jacinda Ardern Mundur dari PM New Zealand

Fimela.com, Jakarta Mantan Perdana Menteri New Zealand Jacinda Ardern akhirnya angkat bicara terkait pengunduran dirinya yang terjadi secara mendadak, jelang pemilihan umum di New Zealand. Pasalnya, ada spekulasi yang berkembang pelecehan dan ancaman terhadap dirinya menjadi alasan utama Jacinda Ardern mengundurkan diri.

Namun mengutip dari The Guardian, Jacinda Ardern mengaku dirinya merasakan serangkaian emosi terkait pengunduran dirinya sebagai perdana menteri.

“Saya tentu saja merasa sedih – tetapi saya juga merasa lega," kata Jacinda Ardern.

Ardern menampik pelecehan atau ancaman yang ditujukan padanya dan keluarga tidak menjadi faktor utama dalam keputusannya mengundurkan diri. Ia merasa tidak lagi memiliki cukup keberanian untuk melakukan tugasnya dengan adil.

 

Tingkat kebencian paling parah

Kenyataan bahwa Ardern mengalami hal serupa yang dialami oleh para pendahulunya di kursi Perdana Menteri. Fitnah terus menerus, pelecehan, hinga serangan pribadi berkontribusi terjadi kelelahan. Bahkan ia harus menghadapi kondisi saling senggol dengan diusir dari jabatannya.

Menurut mantan perdana menteri Helen Clark, Ardern telah menghadapi serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Jacinda telah menghadapi tingkat kebencian dan fitnah yang menurut pengalaman saya belum pernah terjadi sebelumnya di negara kita,” katanya.

 

Jacinda Ardern

Sebelum menyatakan mundur, Ardern mengatakan telah meluangkan waktu untuk mempertimbangkan masa depannya selama libur musim panas, berharap menemukan hati dan energi untuk melanjutkan perannya sebagai perdana menteri.

"Tapi sayangnya saya belum melakukannya, dan saya akan merugikan Selandia Baru untuk melanjutkan," katanya kepada wartawan, Kamis.

Ardern menjadi kepala pemerintahan wanita termuda di dunia ketika dia terpilih sebagai perdana menteri pada tahun 2017, dalam usia 37 tahun. Setahun kemudian dia menjadi pemimpin dunia terpilih kedua yang pernah melahirkan saat menjabat, setelah Benazir Bhutto dari Pakistan pada tahun 1990.

Dia mengarahkan Selandia Baru melewati pandemi Covid-19 dan resesi berikutnya, penembakan masjid Christchurch, dan letusan gunung berapi Pulau Putih. Ardern mengatakan lima setengah tahun terakhir telah menjadi "yang paling memuaskan" dalam hidupnya, tetapi memimpin negara selama "krisis" itu sulit.

"Peristiwa ini... telah melelahkan karena bobotnya, bobotnya yang besar, dan sifatnya yang terus-menerus. Tidak pernah ada momen di mana kami merasa seperti hanya memerintah."

What's On Fimela
Loading